Asal-usul Reog Ponorogo yang akan Didaftarkan Malaysia ke UNESCO

- 10 April 2022, 23:00 WIB
Kembali diklaim Malaysia, Reog Ponorogo akan didaftarkan ke UNESCO oleh Indonesia.
Kembali diklaim Malaysia, Reog Ponorogo akan didaftarkan ke UNESCO oleh Indonesia. /warisanbudaya.kemdikbud.go.id

 

MEDIA JAWA TIMUR - Malaysia akan segera mendaftarkan Reog Ponorogo sebagai bagian dari warisan kebudayaannya di UNESCO.

Keputusan Malaysia mendaftarkan Reog Ponorogo ini kembali menuai kemarahan publik di Tanah Air setelah beberapa tahun silam negeri jiran ini sempat melakukan hal serupa.

Dalam klaimnya, kata "Reog Ponorogo" memang tak disebut secara eksplisit oleh Malaysia karena negeri jiran itu mengacu pada kesenian sendratari asal Johor dan Selangor yang mereka sebut dengan "Tari Barongan".

Baca Juga: Reog Ponorogo Segera Diusulkan Ke UNESCO Setelah Diincar Malaysia

Namun demikian, berdasarkan asal-usul dan kesamaannya, Tari Barongan jelas mengacu pada Reog Ponorogo. Dalam arti, hanya namanya saja yang berubah.

Lantas, bagaimana asal-usul Reog Ponorogo sesungguhnya, yang oleh pemerintah Indonesia juga akan segera didaftarkan ke UNESCO sebelum keduluan Malaysia?

Dilansir dari situs Kemdikbud, Reog Ponorogo merupakan kesenian tradisional yang berasal dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia.

Baca Juga: Reog Ponorogo Masuk Nominasi Tunggal Warisan Budaya Tak Benda Dunia UNESCO, Seni untuk Tingkatkan Perekonomian

Berdasarkan cerita rakyat, kesenian Reog Ponorogo sudah ada sejak zaman kerajaan Kediri, yakni sekitar abad XI.

Dikisahkan berdirilah kerajaan yang bernama Bantarangin di wilayah Ponorogo yang pada waktu itu bernama Wengker.

Kerajaan Bantarangin ini diperintah oleh seorang raja yang adil dan bijaksana dan masih muda yang bernama Prabu Klana Sewandono.

Baca Juga: Pencak Silat Diakui sebagai Warisan Budaya Indonesia di Belanda Sesuai Hasil Riset KIEN

Raja Bantarangin mempunyai seorang patih yang pandai dan sakti bernama Pujangga Anom (dalam pertunjukan reog disebut Bujangganong).

Suatu hari Prabu Klana Sewandono bermimpi berjumpa dengan seorang putri cantik yang bernama Putri Songgolangit dari Kerajaan Kediri.

Seketika Prabu Klana Sewandono jatuh cinta. Ia kemudian mengutus Patih Pujangga Anom untuk melamar Putri Songgolangit.

Baca Juga: Selain Pencak Silat sebagai Warisan Budaya Tak Benda, Belanda Juga Akui Gamelan Jawa

Putri Kerajaan Kediri itu pun bersedia menerima lamaran Prabu Klana Sewandono dengan syarat sang Prabu mampu mempersembahkan pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya.

Patih Pujangga Anom yang pandai itu menemukan ide pertunjukan yang diminta sang Prabu, yaitu dengan memanfaatkan Raja Singo Barong yang dikalahkan oleh Prabu Klana Sewandono.

Berdasarkan kisah yang berkembang di masyarakat, Raja Singo Barong konon berkepala harimau dan di atasnya bertengger burung merak.

Baca Juga: Festival Budaya 'Eksotika Bromo 2021' Tampilkan Dongkrek, Reog, Tandottong, dan Lainnya! Ini Jadwalnya

Dengan ditambah bunyi-bunyian maka jadilah iring-iringan Prabu Klana Sewandono dan Prabu Singo Barong itu menjadi pertunjukan sebagaimana yang diinginkan Putri Songgolangit.

Iring-iringan itulah yang kemudian hari disebut sebagai kesenian reog sebagaimana yang kita saksikan saat ini.

Reog, sering diidentikkan dengan dunia hitam, preman atau jagoan. Minuman keras dan juga kendalanya. Tak lepas pula kekuatan supra natural.

Baca Juga: Filosofi Permainan Tradisional Asli Jawa Timur, Banyak Dimainkan oleh Generasi 90-an: Ada Cublak-Cublak Suweng

Hal ini didasari oleh gerak yang ditampilkan para pelaku jenis kesenian khas Ponorogo, Jawa Timur, Reog Ponorogo, sekilas tampak kesan mistis di dalamnya.

Barongan mempertunjukkan keperkasaan dalam mengangkat dadak berat seberat sekitar 40 kilogram dengan kekuatan gigitan sepanjang pertunjukan berlangsung.

Instrumen pengiringnya, kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung dan terutama salompret, menyuarakan nada slendro dan pelog yang memunculkan atmosfir mistis, aneh, eksotis sekaligus membangkitkan gairah.

Baca Juga: Pemprov Jatim Gelar 'Canthing Jawi Wetan Go Global' : Pameran Batik hingga Pagelaran Seni

Biasanya satu group Reog terdiri dari seorang Warok Tua, sejumlah warok muda, pembarong dan penari Bujang Ganong dan Prabu Kelono Suwandono.

Jumlah seluruh pemain berkisar antara 20 sampai 30-an orang dengan peran sentral berada pada tangan warok dan pembarongnya.

Ciri khas pada pertunjukan Reog Ponorogo selalu diawali dengan arak-arakan lebih dahulu sebelum menuju ke tempat pementasannya.

Baca Juga: Sentra Batik Tulis Pamekasan di Desa Klampar Difungsikan, Bupati Berharap Perekonomian Meningkat

Banyak hal yang terkesan mistis dibalik kesenian Reog Ponorogo. Warok misalnya, adalah tokoh sentral dalam kesenian ini yang hingga kini menyimpan banyak hal yang cukup kontroversial.

Warok adalah pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan antara yang baik dan jahat dalam cerita kesenian Reog.

Warok Tua, adalah tokoh pengayom, sedangkan Warok Muda adalah warok yang masih dalam taraf menuntut ilmu. Kendati demikian, kehidupan warok sangat bertolak belakang dengan peran yang mereka mainkan di pentas.

Baca Juga: Khofifah Usulkan Parengan, Lamongan Jadi Desa Devisa dengan Produk Unggulan Tenun Ikat dan Kain Songket

Warok Tua, sampai sekarang masih mendapat tempat sebagai sesepuh di masyarakatnya. Kedekatannya dengan dunia spiritual sering membuat seorang warok dimintai nasehatnya atas sebagai pegangan spiritual ataupun ketentraman hidup.

Petuah yang disitir seorang warok tua sebenarnya sudah sering didengar namun kata-kata yang keluar dari mulutnya seolah bertenaga.

Dulunya warok dikenal mempunyai banyak gemblak, yakni lelaki belasan tahun yang kadang lebih disayangi ketimbang istri dan anaknya.

Baca Juga: Madani International Film Festival ke-4 Mulai 27 November 2021, Sajikan Keberagaman Budaya Umat Islam di Dunia

Memelihara gemblak adalah tradisi yang telah berakar kuat pada komunitas seniman Reog. Seolah menjadi kewajiban setiap warok untuk memelihara gemblak agar bisa mempertahankan kesaktiannya.

Apalagi ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan bahkan dengan istri sendiri, bisa menjadi pemicu lunturnya seluruh kesaktian.

Saling mengasihi, menyayangi dan berusaha menyenangkan adalah ciri khas relasi khusus antara gemblak dan waroknya.

Baca Juga: Kemeriahan Festival Bengawan Solo dan Ramadan Fest 2022 yang Diadakan di Taman Sunan Jogo Kali

Kesenian Reog Ponorogo dalam pertunjukannya tidak memerlukan panggung. Pertunjukan dilakukan di sebuah halaman atau lapangan yang relatif luas.

Pertunjukan Reog Ponorogo yang lengkap tersaji dalam beberapa babak. Pada babak pertama, jenis tarian yang muncul adalah jaranan atau jatilan.

Pada babak tersebut kadang-kadang muncul tokoh Penthul-Tembem yang ikut menari dengan gerakan dan melucu. Kemudian muncul prajurit yang menggambarkan latihan perang.

Baca Juga: Balkonjazz Festival Kembali Setelah Dua Tahun Vakum! Hadirkan Kahitna, Rendy Pandugo, Coldiac, dan Lainnya

Pada babak kedua, adegan dimonopoli tokoh Singo Barong menari-nari dan memperlihatkan gerakan-gerakan pantomin, menirukan secara verbal tingkah laku harimau. Gerakan tersebut kemudian dilanjutkan dengan terjadinya perang antara prajurit dan Singo Barong.

Pada adegan ini Singo Barong tampak agresif, demontratif, atraktif dan melompat serta mengangkat penari dan sebagainya.

Selanjutnya diteruskan dengan adegan Thetek Melek yang sudah menempatkan diri, mendampingi Singo Barong dengan kegiatan antara lain seperti memegang baju Singo Barong dan mengusir penonton yang masuk area. Adegan tersebut dikisahkan tentang kekalahan prajurit berkuda.

Baca Juga: Festival Head In The Clouds di Jakarta Sempat Ditunda, Kini akan Kembali Digelar

Pada babak ketiga, Bujangganong tampil menari serta menunjukkan ketrampilannya. Pada babak ini mengisahkan perang antara Bujangganong dengan Singo Barong. Dalam perang ini Singo Barong kalah yang kemudian menjadi pengikut Bujangganong.

Pada babak keempat, sebagai babak terakhir, mempertunjukkan Klana Sewandono menari tunggal dan dilanjutkan dengan datangnya Bujangganong mempersembahkan Singo Barong.

Sebagai tambahan sering kali ditampilkan Tledhek Jepre atau Tandok Bisu yaitu pemain laki-laki dengan dandanan dan tingkah laku seperti wanita yang berfungsi sebagai penutup cerita.

Baca Juga: Joyland Bali 2022: Festival Musik dan Seni Independen Digelar di Taman Bhagawan Nusa Dua Pada 25-27 Maret

Lagu-lagu yang dipergunakan dalam kesenian Reog Ponorogo antara lain Ptrajaya, Ponoragan, Sampak, Obyok, Kebo Giro. Semua lagu tersebut merupakan lagu pokoknya. Sedangkan lagu selingan yang sering dipergunakan antara lain lagu Ijo-ijo dan Walangkekek.

Kesenian Reog Ponorogo juga diiringi seperangkat gamelan yaitu sebuah kendang, sebuah ketipung, ketuk satu bernada dua , sebuah kenong bernada lima, sebuah kempul bernada lima, sepasang angklung bernada enam dan lima, masing-masing bertangga nada/laras slendro, sebuah slompret sebagai melodi lagunya cenderung bernada ke laras pelog.

Itulah asal-usul Reog Ponorogo yang akan didaftarkan Malaysia ke UNESCO. Sebagai langkah cepat, Indonesia pun akan mendahului langkah Malaysia tersebut.

***

Editor: Indramawan

Sumber: kemdikbud.go.id


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x