Kemudian instansi dan perusahaan pemerintah menyelenggarakan Halal bihalal yang kemudian diikuti oleh warga masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama.
Baca Juga: Membayar Hutang Puasa Ramadan Bagi Mereka yang Tidak Dapat Menjalankannya Kembali
Soekarno bergerak lewat instansi pemerintahan, sementara KH. Wahab Chasbullah menggerakkan warga masyarakat, khusunya pesantren. Jadilah Halal bi Halal sebagai kegiatan rutin dan tradisi di Indonesia saat Idul Fitri hingga saat ini.
Istilah halal bihalal dicetuskan oleh KH. Wahab Chasbullah dengan analisa pertama thalabu halal bi thariqin halal yang artinya mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan.
Baca Juga: Cara Pembagian dan Niat Zakat Fitrah di Bulan Ramadan
Analisis kedua halal yujza’u bi halal, yakni pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan.
Saat ini, Halal bihalal sudah menjadi tradisi dan budaya kearifan lokal dari para pendahulu yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat untuk merekatkan (kembali) tali persaudaraan.
***