Apa Itu Klitih yang Ada di Jogja? Berikut Pengertian, dan Motif Pelaku Menurut Kriminolog

6 April 2022, 08:30 WIB
Ilustrasi. Klitih sering ditemui di Yogyakarta. Seorang kriminolog UGM mengungkap motif yang mendorong pelaku. /Pixabay/geralt

MEDIA JAWA TIMURKlitih atau dalam ejaan bahasa adalah salah satu fenomena sosial di Yogyakarta atau Jogja yang saat ini sedang menjadi perhatian serius.

Klitih umumnya dilakukan oleh remaja yang berstatus pelajar SMP atau SMA dengan korbannya juga remaja dan pelajar.

Akan tetapi, aksi klitih di Jogja saat ini tidak hanya menyerang pelajar, tetapi dilakukan secara acak.

Baca Juga: Reog Ponorogo Segera Diusulkan Ke UNESCO Setelah Diincar Malaysia

Pada sejarahnya, klitih atau "klithih" di Jogja sebenarnya tidak bermakna negatif seperti yang dikenal saat ini.

Klitih dahulu merupakan istilah yang digunakan untuk mengacu pada kegiatan mencari angin di luar rumah (keluyuran) sebagai bagian mengisi waktu luang tatkala remaja-remaja tersebut tidak memiliki kegiatan apa-apa.

Makna klitih bergeser menjadi negatif setelah kegiatan keluyuran itu digunakan oleh oknum-oknum remaja untuk melakukan tindakan-tindakan negatif seperti menyakiti orang secara acak di jalanan.

Baca Juga: Ketua Umum MUI Bicara Tugas Media di Bulan Suci Ramadan

Awalnya korban klitih biasanya sesama pelajar yang berasal dari sekolah yang oleh pelaku dianggap sebagai musuh.

Bisa juga karena korbannya merupakan anggota (atau dituduh sebagai anggota) geng tertentu yang merupakan rival geng pelaku.

Kriminolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto menilai aksi klitih di Yogyakarta tersebut memiliki motif.

Baca Juga: Herry Wirawan Divonis Mati, Tidak Ada Tempat Bagi Predator Seksual

Fenomena kejahatan jalanan yang saat ini sudah dan masih meresahkan masyarakat Yogyakarta, kata Suprapto tidak muncul secara tiba-tiba.

"Motif jelas ada. Untuk jati diri kelompok, pelampiasan kekecewaan atau ketidakpuasan menjalani hidup maupun rekrutmen pimpinan atau anggota baru (kelompok)," katanya, dikutip Mediajawatimur.com dari Antara.

Menurut Suprapto yang saat ini berstatus sebagai pengajar di Departemen Sosiologi UGM, penangkapan yang dilakukan kepolisian tampaknya belum membuahkan efek jera secara signifikan bagi pelaku lainnya agar menghentikan aksi kriminalitas tersebut sama sekali.

Baca Juga: Update Kasus Herry Wirawan: Dijatuhi Vonis Hukuman Mati, Sembilan Anak Korban akan Dirawat Pemprov Jabar

Para pelaku yang umumnya berasal dari kalangan remaja ini, dugaan Suprapto ada indoktrinasi yang diberikan secara konsisten oleh senior mereka.

Oleh karena itu, para pelaku yang biasanya turut dipengaruhi alkohol untuk meningkatkan nyali mereka, semakin berani melakukan aksi kekerasan di jalanan.

Suprapto menegaskan bahwa penangkapan dan pemberian hukuman kepada pelaku yang tertangkap saja tentu tidak cukup tanpa dilakukan pengusutan secara tuntas terhadap aktor-aktor yang ada di belakang para pelaku ini.

Baca Juga: Susunan Timnas Bulu Tangkis SEA Games 2021 Vietnam, Indonesia Incar Tiga Emas

"Harus berusaha mencari penyebab dengan menelusuri siapa yang berada di belakang aksi kejahatan jalanan tersebut," katanya.

Lebih lanjut, Suprapto mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai aksi klitih ini seharusnya kita tidak bergantung pada pemerintah atau aparat kepolisian saja, namun tanggung jawab bersama.

Partisipasi di lingkup masyarakat dapat dilakukan dengan cara mencegah, menangkap, dan melapor. Bisa juga membawa pelaku ke kantor polisi tanpa main hakim sendiri.

Baca Juga: Mourinho Disebut Pelatih Terbaik Manchester United Sejak Alex Ferguson, Ralf Rangnick yang Terburuk?

"Jika menghakimi sendiri, masyarakat bukan sedang menjadi bagian dari solusi. Akan tetapi, justru menjadi bagian dari masalah karena berusaha mengatasi masalah dengan menciptakan masalah baru," ujar Suprapto.

Selain itu, implementasi pendidikan karakter bagi peserta didik, menurutnya, perlu ditingkatkan intensitasnya oleh lembaga pendidikan.

"Lembaga keluarga, pendidikan, agama, ekonomi, dan pemerintah, termasuk masyarakat sesuai dengan kewenangan yang dimiliki perlu terlibat," jelasnya.

Baca Juga: Tak Setuju Herry Wirawan Dihukum Mati, ICJR: Bukan Solusi bagi Korban

Keluarga juga seharusnya tidak mengalami disfungsi dalam sosialisasi, pendidikan, dan perlindungan. Dengan begitu diharapkan anak tidak akan terjerumus dalam perilaku buruk termasuk aksi klitih.

"Perilaku manusia, termasuk anak dan remaja memang ditentukan oleh asal dan ajar. Asal adalah perilaku atau karakter bawaan lahir, sedangkan ajar adalah perilaku hasil didikan atau sosialisasi," jelas Suprapto.

Terakhir, Suprapto mengingatkan bahwa yang tidak kalah penting yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah menganalisis terlebih dahulu terkait maraknya isu klitih ini.

Baca Juga: Bupati Klaten Dapat Gelar dari Keraton Surakarta, Apa Alasannya?

"Mana berita aksi kejahatan jalanan yang nyata-nyata terjadi saat ini, mana yang merupakan rekaman peristiwa yang lalu, dan mana yang hoaks karena ternyata tidak semua kabar tentang aksi kejahatan jalanan itu benar adanya," pungkasnya.***

Editor: Yuliana Kristianti

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler