MEDIA JAWA TIMUR - Usai kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober 2022, AREMA FC dijatuhi sanksi denda 250 juta oleh Komdis (Komite Disiplin) PSSI.
Komite Disiplin PSSI menilai Arema FC gagal melaksanakan tanggung jawab menjaga ketertiban dan keamanan selama pertandingan di Stadion Kanjuruhan yang merupakan markas klub tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Komite Disiplin PSSI Erwin Tobing, dalam konferensi pers secara daring di Jakarta pada 4 Oktober 2022, hari ini.
"Panitia pelaksana tidak bisa mengantisipasi masuknya suporter ke lapangan," kata Erwin Tobing, dikutip Mediajawatimur.com dari Antara.
Baca Juga: Pelatih Bima Sakti Sebut Kemenangan Timnas U17 Didedikasi untuk Korban Insiden Stadion Kanjuruhan
Tak hanya sanksi denda, AREMA FC juga mendapat sanksi lainnya yang berkaitan dengan lokasi markas hingga penyelenggaraan pertandingan sebagai tuan rumah di Stadion Kanjuruhan.
"Arema FC dilarang menyelenggarakan pertandingan dengan penonton di stadion jika bertindak sebagai tuan rumah sampai Liga 1 Indonesia 2022-2023 selesai," ujarnya.
Lebih lanjut, Erwin menegaskan bahwa kandang Arema FC selama sisa pekan Liga 1 musim ini tidak berada di Stadion Kanjuruhan lagi.
Klub berjuluk Singo Edan tersebut harus pindah ke tempat lain dengan jarak minimal 250 km dari stadion tersebut.
Selain klub, panpel juga mendapatkan sanksi dari Komdis PSSI. Yaitu hukuman berat kepada Ketua Panitia Pelaksana Arema FC Abdul Haris dan Petugas Keamanan (Security Officer) Arema FC Suko Sutrisno.
Keduanya dinyatakan tidak dapat beraktivitas di lingkungan sepak bola selama seumur hidup.
PSSI juga menegaskan bahwa penyelidikan mereka sebatas pelaksanaan aturan pertandingan atau "law of the game". Pihaknya tetap akan menyerahkan kepada pihak kepolisian di luar hal tersebut.
Baca Juga: Kronologi Kericuhan di Stadion Kanjuruhan Usai Arema FC vs Persebaya, Lengkap Pernyataan Kedua Tim
Sementara itu, anggota Komite Eksekutif PSSI Ahmad Riyadh menilai bahwa kesalahan dari panitia pelaksana (panpel) pertandingan Arema FC adalah tidak membuka beberapa pintu stadion mulai menit ke-80.
Situasi tersebut menyebabkan banyak suporter kesulitan mencari jalan keluar setelah polisi menembakkan gas air mata. Akibatnya, mereka terjepit dan terimpit di keramaian yang berujung pada jatuhnya korban jiwa.
"Itu kesalahan dari panpel," tutur Ahmad.
Seperti yang diketahui, kericuhan di Stadion Kanjuruhan berawal dari sejumlah suporter Arema FC yang turun ke lapangan usai tim Persebaya keluar lapangan setelah pertandingan.
Disusul gerombolan suporter yang menyusul turun ke lapangan. Kondisi semakin tidak kondusif ketika polisi menembakkan gas air mata ke arah suporter dan ke arah tribun.
Kondisi tersebut membuat suporter mengalami sesak napas serta panik dan berdesak-desakan keluar stadion.
Sebagai informasi, pertandingan tersebut tidak dihadiri oleh suporter Persebaya Surabaya.
Terbaru, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Prawansa mengonfirmasi jumlah korban tragedi Kanjuruhan mencapai 131 hingga hari ini.
"Hari ini ada tambahan enam korban meninggal dunia, dari 125 orang menjadi 131 orang," ujar dia di Kabupaten Malang, Jawa Timur, hari ini.
Saat ini, pihak Bareskrim masih mendalami kasus ini, termasuk memeriksa 18 orang anggota operator senjata pelontar hingga Direktur PT LIB (Liga Indonesia Baru).
***