Permenperin No 3 Tahun 2021 dan Kartel yang Dilegalkan Membuat Suplai Gula Rafinasi di Jawa Timur Menghilang

7 April 2021, 18:59 WIB
Kelangkaan gula rafinasi ini disebabkan adanya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021. /Instagram.com/@kemenperin_ri

MEDIA JAWA TIMUR - Informasi ini disampaikan oleh Dr. K.H. Muhammad Zaki, M.Si. (Ketua Asosiasi Pesantren Entrepreneur Jawa Timur) pada kegiatan Webinar Nasib Industri Makanan dan Minuman Jawa Timur di Balik Impor Gula, hasil kerjasama Kelompok Kajian Interdependensi dan Penguatan Komunitas Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, serta Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) Pimpinan Wilayah (PWNU) Jawa Timur hari ini (7/4/2021).

Gula rafinasi atau gula kristal putih adalah gula mentah yang telah mengalami proses pemurnian untuk menghilangkan molase, sehingga gula rafinasi berwarna lebih putih dibandingkan gula mentah yang lebih berwarna kecokelatan.

Gula rafinasi ini sangat dibutuhkan oleh produsen makanan dan minuman.

Baca Juga: Gubernur Khofifah: Lamongan Produksi Tertinggi Gabah dan Beras di Jawa Timur

Nah hilangnya suplai gula rafinasi di Jawa Timur ini menurut Muhammad Zaki akibat diberlakukannya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021, tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.

“Jadi suplai gula rafinasi di Jawa Timur itu bukan hanya langka, tapi sudah tidak ada!” kata Muhammad Zaki."

Dwiatmoko Setiono dari Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi turut menjelaskan, kenapa hal ini bisa terjadi.

Baca Juga: Produksi Padi dan Beras di Jawa Timur Tahun 2020 Lalu Tertinggi Se-Indonesia

Permenperin No 3 Tahun 2021 menyebutkan, bahwa pabrik-pabrik gula yang mempunyai izin setelah Mei 2016 tidak boleh mengimpor raw sugar lagi, yang berarti akan mematikan pabrik gula tersebut.

“Padahal pabrik gula tersebut telah melakukan perluasan, dan mempunyai teknologi yang jauh lebih canggih dan terpadu," kata Dwiatmoko Setiono.

"Selain itu, pabrik gula yang izinnya sebelum bulan Mei tahun 2016 menurut keterangan yang kami himpun, tidak bisa memproses gula tebu, sehingga swasembada gula di Indonesia tidak mungkin terjadi, dan ini tidak sesuai dengan amanah UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunaan.”

Baca Juga: Masuki Panen Raya, Khofifah Siapkan Langkah untuk Pastikan Beras Terserap Baik dan Tidak Jatuh Harga

Ditambahkannya, jumlah lokasi pabrik gula rafinasi yang ada sebanyak tujuh pabrik di Provinsi Banten, satu di Makassar, satu di Jawa Tengah, 1 di Lampung, dan 1 di Sumatera Utara, untuk penyebaran gula rafinasi sebagai bahan baku untuk pabrik makanan dan minuman tidak efektif, tidak efisien, karena meningkatkan biaya dan waktu, untuk industri yang jauh dari lokasi tersebut, seperti di Jawa Timur.

“Sedangkan ada 2 pabrik gula yang izinnya setelah bulan Mei tahun 2016 dan berlokasi di Jawa Timur, yang berdampak terhadap peraturan tersebut. Maka pabrikan makanan dan minuman, UKM, IKM khususnya di Jatim sangat dirugikan,” jelas Dwiatmoko Setiono.

Itulah kenapa, pada closing statement di akhir webinar, Muhammad Zaki kembali mengatakan, Pemerintah harus arif dan bijaksana dan segera mencabut Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 karena menjadi pemicu kegaduhan pasokan gula rafinasi di Jawa Timur.

Baca Juga: Khofifah Puji Shuttlecock Buatan Lamongan Ini Karena Berani Pasang Merek

“Tentu kita tidak bisa berbuat apapun, kecuali mengetuk hati Pemerintah karena ada keberpihakan di sini… ada kartel yang  dilegalisasi… dan pasti tidak akan ada keberpihakan terhadap industri kecil, UKM, dan lain sebagainya,” tegas Muhammad Zaki sambil berharap Pemerintah mengembalikan kuota gula rafinasi untuk Jawa Timur menjelang puasa dan lebaran ini. ***

Editor: Indramawan

Tags

Terkini

Terpopuler