MEDIA JAWA TIMUR - Kupatan menjadi tradisi khas masyarakat Jawa ketika lebaran. Tradisi ini melengkapi tradisi umum seperti mudik, berkumpul bersama keluarga, silaturahmi dengan tetangga, dan bagi-bagi Tunjangan Hari Raya (THR).
Kupatan sendiri merupakan hasil dari pemikiran para Walisongo dalam menyebarkan dakwah Islam melalui budaya.
Umumnya, tradisi kupatan ini dilakukan oleh masyarakat Jawa yang selalu digelar setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri (lebaran).
Baca Juga: Jenis-Jenis Masakan Saat Tradisi Lebaran Meugang Masyarakat Aceh
Tradisi kupatan saat lebaran, biasa dilakukan di masjid atau musala. Warga setempat membawa hidangan untuk dimakan bersama. Hidangan yang dibawa didominasi dengan ketupat serta sayur sebagai pelengkap, seperti opor ayam dan lain-lain.
Tradisi kupatan tidak hanya sekedar perayaan yang dilakukan tanpa makna. Kupatan memiliki filosofis tersendiri.
Dilansir Mediajawatimur.com dari Pemkab Blitar, kata “kupat” berasal dari bahasa Jawa “ngaku lepat” (mengakui kesalahan).
Baca Juga: Sejarah Meugang, Tradisi Lebaran Masyarakat Aceh yang Masih Dilestarikan Hingga Sekarang
Hal ini menandakan kita sebagai manusia biasa pasti tak lepas dari kesalahan dengan sesama. Maka dari itu, dengan adanya kupatan setahun sekali ini, harapannya kita bisa saling memaafkan.
Sumber lain menyebutkan, tradisi Kupatan sebagai lebarannya seseorang yang telah melakukan puasa Syawal selama enam hari seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri.
Kupat juga dapat diartikan sebagai “laku papat” yang menjadi simbol dari empat segi dari ketupat. Laku papat yaitu empat tindakan yang terdiri dari lebaran, luberan, leburan, laburan. Maksud dari empat tindakan tersebut antara lain:
Lebaran yaitu suatu tindakan yang berarti telah selesai yang diambil dari kata lebar. Selesai dalam menjalani ibadah puasa dan diperbolehkan untuk menikmati makanan.
Luberan berarti meluber. Simbol melakukan sedekah dengan ikhlas bagaikan air yang berlimpah atau meluber dari wadahnya. Oleh karena itu tradisi membagikan THR (sedekah) di hari raya Idul Fitri menjadi kebiasaan umat Islam di Indonesia.
Leburan berarti lebur atau habis. Maksudnya adalah agar saling memaafkan dosa-dosa yang telah dilakukan, sehingga segala kesalahan yang telah dilakukan menjadi suci bagai anak yang baru lahir.
Laburan berarti bersih putih berasal dari kata labur atau kapur. Harapan setelah melakukan leburan selalu menjaga kebersihan hati yang suci. Selalu menjaga prilaku agar tidak mengotori hati yang telah suci.
Sedangkan dari segi hidangannya, janur sebagai bungkus ketupat, berasal dari kata ja a nur yang artinya telah datang cahaya.
Hal ini melambangkan kondisi umat muslim setelah mendapatkan pencerahan selama bulan Ramadan. Kembali kepada kesucian/jati diri manusia (fitrah insaniyah) yang bersih dari noda serta bebas dari dosa.
Baca Juga: Hukum Berhubungan Suami Istri di Malam Takbir Idul Fitri, Begini Penjelasan Buya Yahya
Sedangkan dari isi ketupat, yakni berasal dari beras terbaik yang dimasak sampai kempel (menggumpal). Memiliki makna kebersamaan dan kemakmuran.
Secara keseluruhan ketupat memiliki banyak makna sebagaimana yang telah diketahui oleh masyarakat Jawa.
Namun hakikatnya sama, lebaran kupatan sebagai bentuk perayaan untuk saling memaafkan segala kesalahan dan melimpahkan kebaikan kepada sesama.***