Tandai 5 Ciri Modus Penipuan Online, Kominfo RI Ungkap Bahayanya

- 30 Agustus 2021, 18:40 WIB
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan /Kominfo

MEDIA JAWA TIMUR - Maraknya kasus penipuan online mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk berupaya menjaga ruang digital tetap kondusif terutama dalam sektor keuangan, dan meminta masyarakat untuk waspada jerat penipuan online.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan menjelaskan 5 modus penipuan yaitu phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering.

“Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasanya terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering,” ujar Samuel dikutip mediajawatimur.com dalam laman resmi Kominfo.

Baca Juga: Cara Daftar MasterChef Indonesia Season 9 Online, Dibuka Mulai 28 Agustus 2021

Modus pertama phising, Dirjen Semuel menjelaskan phising dilakukan oleh oknum yang mengaku dari lembaga resmi dengan menggunakan telepon, email atau pesan teks.

“Seolah-olah dari lembaga resminya, namun sebetulnya mereka ingin menggali supaya kita memberikan data-data pribadi kita. Data-data pribadi ini biasanya digunakan untuk kejahatan berikutnya." Katanya.

"Mereka menanyakan data-data sensitif untuk mengakses akun penting yang mengakibatkan pencurian identitas hingga kerugian,” lanjut Samuel.

Baca Juga: Masyarakat Kabupaten Gresik Bisa Daftar Vaksinasi Secara Online Melalui Aplikasi Berikut

Modus kedua, menurut Dirjen Aptika Kementerian Kominfo adalah phraming handphone, yakni penipuan dengan modus mengarahkan mangsanya kepada situs web palsu dimana entri domain name system yang ditekan/di-click korban akan tersimpan dalam bentuk cache.

“Sehingga dapat memudahkan pelaku untuk mengakses perangkat pelaku secara illegal. Contohnya, pembuatan domain seolah-olah mirip dengan asal institusi dari yang aslinya," kata Aptika.

Kemudian, pelaku akan menaruh atau memasang malware supaya nantinya bisa mengaksesnya secara illegal.

Baca Juga: Cara Buat STR Online yang Habis atau Perpanjangan, Nakes Tetap Bisa Ikut Seleksi CPNS dan PPPK 2021

"Kasus seperti ini banyak terjadi umpamanya ada yang whatsapp-nya disadap atau diambilalih karena ponsel sudah dipasangkan malware oleh pelaku sehingga data-data pribadinya dicuri," lanjutnya.

Mengenai modus ketiga, Dirjen Semuel menyebutnya sniffing.

Menurutnya, dengan modus itu, oknum pelaku akan meretas untuk mengumpulkan informasi secara illegal lewat jaringan yang ada pada perangkat korbannya dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting pengguna.

Baca Juga: Link Situs Belajar Online yang Cocok Dicoba saat Sekolah Daring

“Sniffing ini paling banyak terjadi bahayanya kalau kita menggunakan atau mengakses wifi umum yang ada di publik, apalagi digunakannya untuk bertansaksi," katanya.

"Ini bahaya, karena sniffing itu kan biasanya terjadi di jaringan yang umum diakses publik, di situlah pelaku memanfatkannya,” lanjutnya menjelaskan.

Modus keempat, yakni money mule. Dirjen Aptika Kementerian Kominfo menjelaskan, penipuan jenis ini misalnya ada oknum yang meminta korbannya untuk menerima sejumlah uang ke rekening untuk nantinya ditransfer ke rekening orang lain.

Baca Juga: Cara Mudah Beli Emas Antam Online: Aman dan Praktis!

“Money mule ini biasanya ditanyakan pelaku dengan calon korban, maukah dapat hadiah atau pajaknya dikirim dulu. Jadi, sekarang itu masyarakat perlu berhati-hati karena money mule ini digunakan untuk money laundry atau pencucian uang. Kamu akan saya kirim uang, tapi harus transfer balik ke rekening ini. Jadi, ini juga marak dan perlu kita waaspadai,” tegasnya.

Dirjen Aptika Kementerian Kominfo menyebutkan modus kelima yaitu social engineering.

“Jadi social engineering ini, pelaku memanipulasi psikologis korban hingga tidak sadar memberikan informasi penting dan sensitif yang kita miliki." Katanya.

Baca Juga: OJK Beberkan 7 Ciri Pinjaman Online Ilegal, Termasuk Kantor Tidak Jelas

"Pelaku mengambil kode OTP atau password karena sudah memahami behavior targetnya. Dengan kata lain, masyarakat seringkali tidak sadar seringkali membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga,” tandas Dirjen Aplikasi Informatika.

Dirjen Semuel menjelaskan penipuan online bisa berlangsung karena dinamika penggunaan ruang digital yang kian marak.

Menurutnya, aktivitas transaksi di ruang digital dapat menimbulkan seseorang melakukan tindak kejahatan berupa penipuan online.***

Editor: Yuliana Kristianti

Sumber: Kominfo


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah