Terduga Pelaku Pelecehan di KPI Berencana Lapor Balik, LBH Jakarta Sebut Korban Dilindungi Undang-Undang

9 September 2021, 08:30 WIB
Ilustrasi stop pelecehan seksual. LBH Jakarta menyebut korban dilindungi Undang-Undang sehingga tidak bisa dilaporkan balik oleh terduga pelaku pelecehan seksual di kantor KPI. /Pixabay/Alexas_Fotos

MEDIA JAWA TIMUR - Dua terduga pelaku pelecehan seksual di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yaitu RT dan EO akan menimbang secara serius untuk melaporkan balik korban.

Pada Senin, 6 September 2021, keduanya menjalani pemeriksaan di Polres Metro Jakarta Pusat didampingi oleh pengacara Tegar Putuhean.

Terduga pelaku tersebut merasa dirugikan karena identitas pribadinya dibuka di media sosial.

Baca Juga: LBH Jakarta Desak Kepolisisan RI Tak Terima Laporan Balik Terduga Pelaku Pelecehan Seksual di Kantor KPI

MS disangkakan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena ada rilis yang beredar di media sosial mengenai kronologi kejadian yang menyebutkan nama-nama terduga pelaku.

"Kami berpikir dan akan menimbang secara serius untuk melakukan pelaporan balik terhadap si pelapor,” ujar Tegar, dikutip Mediajawatimur.com dari Polda Metro Jaya News pada 7 September 2021.

Menanggapi hal tersebut, LBH Jakarta mengeluarkan rilis yang mengatakan bahwa mereka mendesak Kepolisian RI untuk tidak menerima laporan balik terduga pelaku.

Baca Juga: MS Terancam Dilaporkan Balik Terduga Pelaku Pelecehan Seksual di Kantor KPI

Mereka juga mengatakan bahwa korban tidak bisa diporkan balik karena dilindungi Undang-Undang.

"Pertama, bahwa Korban tidak dapat dilaporkan balik oleh Pelaku dan dalam hal ini pun Korban dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, khususnya Pasal 10," tulis LBH Jakarta pada 8 September 2021.

Mereka juga menilai bahwa cyber bullying yang dialami oleh terduga pelaku tidak sebanding dengan apa yang dialami korban.

Baca Juga: Geger Perayaan Kebebasan Saipul Jamil, KPI Tegaskan Hal Ini

"Korban selama hampir 10 tahun harus mengalami malu, sakit, dan trauma berkepanjangan, ditambah hal tersebut dilakukan di tempat di mana Korban bekerja," tulis LBH Jakarta.

Mereka menyinggung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang tidak segera disahkan membuat negara belum memiliki payung hukum untuk melindungi korban terkhusus korban kekerasan seksual.

LBH Jakarta pun mendesak untuk yang pertama, Kepolisian Republik Indonesia mengutamakan perlindungan dan pemulihan bagi korban serta segera dilakukannya penyidikan kasus.

Baca Juga: Jika Pelecehan Benar Terjadi, dr Tirta Sebut Ketua KPI Harusnya Mundur: Nggak Bener Bro

Kedua, Kepolisian Republik Indonesia untuk tidak menindaklanjuti laporan dari para terduga Pelaku sebagaimana ketentuan Pasal 10 UU Perlindungan Saksi dan Korban.

Ketiga, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban serta Komnas HAM untuk mengawal dan memberikan perlindungan bagi Korban.

Keempat, Komisi Penyiaran Indonesia untuk bertanggung jawab atas jaminan perlindungan bagi korban dan menutup ruang bagi terduga pelaku kekerasan di lembaga tersebut.

Baca Juga: Kronologi Dugaan Pelecehan Seksual pada Pegawai KPI, Ternyata MSA Tak Pernah Buat Rilis Seperti yang Beredar

Kelima, Badan Legislatif DPR-RI dan Presiden RI segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan rumusan yang mengutamakan kepentingan korban.***

Editor: Yuliana Kristianti

Sumber: LBH Jakarta

Tags

Terkini

Terpopuler