Buku tersebut lika-liku dunia Papermoon selama ini dan secara langsung menjadi tiket masuk ke venue di sore ini.
Acara dibuka oleh MC dan sambutan dari Ria Papermoon, lalu pengunjung langsung diajak
menonton Kacacaka, lakon sinema sore itu.
Selesai menonton, para pengunjung diajak tur mengenal studio Papermoon yang ada di Jogjakarta secara daring serta berdiskusi tentang pertunjukan sinematik tersebut.
“Teater Papermoon menggunakan sudut pandang anak kecil karena mereka sendiri adalah minoritas di masyarakat. Anak-anak seharusnya tetap menjadi individu yang merdeka, yang layak diberi ruang dan berhak memberi suara,” terang Ria.
“Papermoon juga tidak menggunakan dialog karena dunia di luar sudah terlalu berisik. Toh Bahasa tubuh boneka sudah menjadi bahasa ibu dari boneka itu sendiri,” tambahnya.
Bebarengan dengan Papermoon, pembahasan buku Jembatan Tak Kembali dilakukan di panggung utama patjarmerah Surabaya.
Mardi Luhung selaku penulis buku menjadi narasumber utama dengan ditemani oleh F. Aziz Manna, membahas kumpulan cerita pendek dalam buku itu yang sebenarnya sudah sempat dirilis di media massa.
“Cerpen ini sebenarnya perwujudan dari keinginan saya untuk residensi ke luar negeri. Hanya saja di dalamnya sendiri, lebih mengarah kepada apa yang saya lihat, tentang perkampungan di mata saya, tentang bagaimana saya melihat keluarga saya,” jelas Mardi menerangkan apa yang dia tuliskan.