Joe Biden Sepakat Gelombang Panas di AS dan Kanada Akibat Krisis Iklim

2 Juli 2021, 06:27 WIB
Joe Biden sepakat dengan para ilmuwan bahwa gelombang panas ekstrem yang terjadi di bagian barat AS dan Kanada disebabkan krisis iklim. /Tangkapan layar Instagram/ @joebiden

MEDIA JAWA TIMUR - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden sepakat dengan para ilmuwan bahwa gelombang panas ekstrem yang terjadi di bagian barat AS dan Kanada disebabkan krisis iklim.

Gelombang panas ini memecahkan rekor kenaikan suhu yang terjadi di AS bagian barat dan Kanada hingga dikaitkan dengan puluhan kematian, rusaknya jalan, pemadaman listrik, dan kebakaran hutan.

Di Kanada terjadi kenaikan suhu yang mencapai 49,6°Celcius di Lytton, British Columbia pada Senin 28 Juni 2021.

Baca Juga: SNAKE EYES: G.I. Joe Origins Rilis Trailer 2, Tampilkan Iko Uwais

"Adakah yang pernah mengira anda akan menonton berita dan melihatnya hingga 46.67°Celcius (116 Fahrenheit) di Portland dan Oregon? 46.67°Celcius (116 Fahrenheit)," kata Biden dalam kritik tajam terhadap penyangkal perubahan iklim, dikutip mediajawatimur.com dari The Guardian, pada 30 Juni 2021.

Gelombang panas yang berkepanjangan ini menimbulkan ancaman kesehatan. Di Vancouver, pihak kepolisian menyatakan bahwa kurang lebih ada 134 kematian dalam kurun waktu 3 hari.

"Vancouver (British Colombia, Kanada) belum pernah mengalami panas seperti ini, dan sebagian besar kasus laporan kematian ini terkait dengan gelombang panas," kata Sersan Steve Addison selaku juru bicara departemen kepolisian Vancouver dalam rilis berita.

Baca Juga: Skandal Perselingkuhan Terbongkar, Matt Hancock Ternyata Sempat Berpamitan dengan Anak

Hingga Selasa 29 Juni 2021 sore, Addison mengatakan bahwa polisi di pinggiran kota Vancouver, Burnaby, telah menanggapi lebih dari 65 kematian mendadak sejak gelombang panas yang menyebar di Pasifik barat laut Amerika dimulai pada Jumat 25 Juni 2021.

Di pantai barat AS, tepatnya di kota Seattle dan Portland mencatat suhu yang sangat panas dalam beberapa hari berturut-turut.

Pihak berwenang setempat mengatakan mereka sedang menyelidiki sekitar puluhan kematian di Washington dan Oregon yang dapat dikaitkan dengan suhu yang sangat panas ini.

Baca Juga: Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock Mengundurkan Diri, Unggah Permintaan Maaf Pada Rakyat

Sebagai respons menanggapi ratusan panggilan terkait panas di seluruh kota, pihak kepolisian meminta masyarakat hanya menelepon 911 untuk keadaan darurat saja. Alasannya adalah karena berbagai kasus akibat gelombang panas ini telah memakan waktu dan tenaga mereka di garis depan, hingga menyebabkan melambatnya respons kepolisian.

Pihak berwenang khawatir jumlah korban akan meningkat karena lebih banyak kasus yang dilaporkan dari kota lain di seluruh provinsi.

Media lokal AS melaporkan panas yang berbahaya di barat laut Pasifik membuat jalan rusak karena aspal dan beton melar hingga ke tingkat yang tidak pernah diantisipasi oleh para insinyur.

Baca Juga: PPKM Darurat Mikro Jawa-Bali Resmi Diberlakukan, Ini Permintaan Presiden Kepada Rakyat

Pihak layanan cuaca nasional AS mengatakan puncak di wilayah itu adalah 42,2 C terjadi pada hari Selasa 29 Juni 2021 di Spokane, Washington, rekor lokal lainnya.

Sekitar 9.300 rumah mengalami kesulitan mengakses listrik karena adanya pemadaman untuk kota yang berpenduduk lebih dari 200.000 orang di kota tersebut.

Mengacu pada gelombang panas di barat laut ini, Biden mengatakan AS membutuhkan infrastruktur yang lebih kuat untuk bersiap menghadapi cuaca ekstrem.

Baca Juga: Target Vaksin 1 Juta Per Hari, Presiden Jokowi: Tidak ada Tawar Menawar

Katharine Hayhoe, ilmuwan iklim asal Kanada dari Texas Tech University, mengatakan emisi manusia telah memperparah kerusakan iklim dunia dan membuat gelombang panas datang lebih awal, lebih lama, dan lebih kuat.

"Saya telah bekerja dalam proyeksi iklim selama 25 tahun, jadi kami tahu ini akan datang: tetapi hal ini masih mengejutkan ketika anda melihat catatan ini terjadi dalam kehidupan nyata di tempat anda tinggal," tulisnya di Twitter pribadinya @KHayhoe pada 29 Juni 2021.***

Editor: Yuliana Kristianti

Sumber: The Guardian

Tags

Terkini

Terpopuler