MEDIA JAWA TIMUR - Kupatan menjadi tradisi khas masyarakat Jawa ketika lebaran. Tradisi ini melengkapi tradisi umum seperti mudik, berkumpul bersama keluarga, silaturahmi dengan tetangga, dan bagi-bagi Tunjangan Hari Raya (THR).
Kupatan sendiri merupakan hasil dari pemikiran para Walisongo dalam menyebarkan dakwah Islam melalui budaya.
Umumnya, tradisi kupatan ini dilakukan oleh masyarakat Jawa yang selalu digelar setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri (lebaran).
Baca Juga: Jenis-Jenis Masakan Saat Tradisi Lebaran Meugang Masyarakat Aceh
Tradisi kupatan saat lebaran, biasa dilakukan di masjid atau musala. Warga setempat membawa hidangan untuk dimakan bersama. Hidangan yang dibawa didominasi dengan ketupat serta sayur sebagai pelengkap, seperti opor ayam dan lain-lain.
Tradisi kupatan tidak hanya sekedar perayaan yang dilakukan tanpa makna. Kupatan memiliki filosofis tersendiri.
Dilansir Mediajawatimur.com dari Pemkab Blitar, kata “kupat” berasal dari bahasa Jawa “ngaku lepat” (mengakui kesalahan).
Baca Juga: Sejarah Meugang, Tradisi Lebaran Masyarakat Aceh yang Masih Dilestarikan Hingga Sekarang
Hal ini menandakan kita sebagai manusia biasa pasti tak lepas dari kesalahan dengan sesama. Maka dari itu, dengan adanya kupatan setahun sekali ini, harapannya kita bisa saling memaafkan.